12.29.2012

C. Busana Wanita dalam Kehidupan Umum

Continue reading...
Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.
Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya.  Mengapa ? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’.  Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.
Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun  tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu  ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj).  Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.
Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.
Apakah pengertian jilbab ? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian (rumah), seperti milhafah/baju terusan), atau  “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab : milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.
Untuk baju atas, yaitu khimar, syariat telah  mewajibkan kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang  berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada.  Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum.
Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum.  Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung) :
“Hendaklah mereka mentutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS An Nuur : 31)
Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :
“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.”  (QS Al Ahzab : 59)
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah RA, bahwa dia berkata :
“Rasulullah SAW memerintahkan kami agar keluar (menuju lapangan) pada saat hari raya Iedul Fithri dan Iedul Adlha, baik ia budak wanita, wanita yang haidl, maupun yang perawan.  Adapun bagi orang-orang yang haidl maka diperintahkan menjauh dari tempat shalat, namun tetap boleh menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin.  Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah SAW salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.  Maka Rasulullah SAW menjawab: ‘Hendaklah saudaranya itu meminjamkan jilbabnya.”
Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum.  Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh.  Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah RA di atas, yakni  kalau seorang wanita tak punya jilbab –untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)—maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan  memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.
Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah  sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan : “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka.). (QS Al Ahzab : 59)
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah al irkha` ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini diperkuat dengan  dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa yang melabuhkan/mengulurkan bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi SAW menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran).’ Ummu Salamah menjawab,’Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (dzira`an) dan jangan ditambah lagi.”
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah  –yaitu jilbab– telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.
Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlahHendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(Lihat Taqiyudin An Nabhani, An Nizham Al Ijtima’I fil Islam, hal. 45-51).
Bersambung.....

B. Busana Wanita dalam Kehidupan Khusus

Continue reading.....
Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya : “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi SAW “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya). (QS An Nuur : 31). Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya.  Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, kulot, dan kaos juga dapat menutupinya.  Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.
Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit.  Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui.  Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat.  Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.
Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwasanya Asma` binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi SAW dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah SAW berpaling seraya bersabda :
“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” (HR. Abu Dawud)
Jadi Rasulullah SAW menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat.  Oleh karena itu lalu Nabi SAW berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.
Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi SAW tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi SAW kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya :
“Suruhlah isterimu melilitkan (kain lain) di bagian dalam kain tipis itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.”
Qibtiyah adalah sehelai kain tipis.  Oleh karena itu tatkala Rasulullah SAW mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda : “Suruhlah isterimu melilitkan (kain lain) di bagian dalamnya kain tipis.”
Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit.  Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.
Bersambung...........

3. Penutup

Continue reading....
Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam Al Qur`an.
Jika  seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah  adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran  terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah. Selesai.

Mudah"an bermanfaat..

MELURUSKAN SALAH PAHAM SEPUTAR JILBAB

1. Pengantar

Banyak kesalah pahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan “jilbab” adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam Al Qur`an surah An Nuur : 31 disebut dengan istilah “khimaar” (jamaknya : “khumur”). Adapun jilbab yang terdapat dalam surah Al Ahzab : 59, sebenarnya adalah baju yang longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah (bukan potongan).
Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mengekspolitir lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat –atau menggunakan bahan tekstil yang transparan– tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.
Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat sesat yang merajalela dan menggila di tengah masyarakat.  Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang benar). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah. Di sinilah kaum muslimah diuji. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam dosa, kesesatan, dan kebejatan moral..
Berkaitan dengan itu, Nabi SAW pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing –termasuk busana jilbab– sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap memegang Islam, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insya Allah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi SAW :
“Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim no. 145)
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,’Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka ?” Rasululah SAW menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” (HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan).
Bersambung..........

sumber:allnitecafe.wordpress.com

Sebagian Produk Griya Jilbab Mura

ciput bordil
ciput bordil

ciput 4warna
paris lukis

paris lukis
robani mnts
keyla jengkl
segi 4sobek
k. payet

12.28.2012

8 Tips Merawat Rambut Untuk Perempuan Berjilbab

jilbabmura.blogspot.com
Mempunyai rambut yang indah adalah dambaan bagi setiap perempuan karena bagaimanapun rambut adalah mahkota yang paling dibanggakan. Namun, sering kali perempuan mengeluhkan cara perawatan rambut yang kurang tepat, khususnya bagi perempuan yang baru terbiasa mengenakan jilbab.

Maka untuk perempuan hendaknya mencoba beberapa perawatan rambut yang terkadang memakan biaya yang cukup mahal. Mengingat rambut yang indah merupakan perhiasan perempuan dimata suaminya perawatan merupakan hal yang patut untuk dilakukan. Berikut beberapa tips perawatan agar rambut dan kulit kepala tetap sehat bagi perempuan berjilbab.

1. Rambut dalam keadaan kering
Setelah keramas, sebaiknya Anda tidak langsung menggunakan jilbab. Kondisi kepala dan rambut yang masih basah memungkinkan tumbuhnya bau tak sedap, ketombe, dan gatal-gatal pada kulit kepala. Tak hanya itu, rambut yang basah cenderung lebih mudah rontok karena terlalu banyak gesekan. Gunakan hair dryer untuk mengeringkan rambut jika Anda dalam kondisi terburu-buru.

2. Pilih jilbab yang menyerap keringat
Tidak bisa dipungkiri, mengenakan jilbab dapat menyebabkan kondisi kulit kepala dan rambut menjadi berkeringat. Salah satu cara untuk mengurangi keringat berlebih adalah dengan memilih jenis jilbab yang dapat menyerap keringat seperti jilbab berbahan kaus atau katun.

3. Gunakan jilbab maksimal empat lapis
Anda tipikal wanita yang mengikuti tren berjilbab dengan jilbab berlapis-lapis? Sebaiknya Anda tidak terlalu banyak menggunakan jilbab berlapis. Gunakan jilbab berlapis maksimal empat lapis. Hal ini bertujuan untuk memberikan sirkulasi udara pada rambut agar tetap seimbang.

4. Jangan ikat rambut terlalu kencang
Memiliki rambut yang panjang bagi wanita berjilbab memang sebaiknya diikat agar tidak mengganggu tampilan jilbab dan masih dalam koridor syar’i. Namun, ada baiknya Anda tidak terlalu kencang mengikatnya karena ikatan rambut yang terlalu kencang dapat menyebabkan rambut mudah patah.

5. Hindari jilbab berwarna gelap
Memakai jilbab berwarna gelap di udara yang panas sebaiknya dihindari. Jilbab berwarna gelap lebih cepat menyerap cahaya matahari yang dapat menyebabkan kondisi lembab di sekitar kepala dan rambut. Sebaiknya gunakan jilbab berwarna putih atau terang saat udara sedang panas.

6. Keramas teratur
Biasakan keramas teratur dua hari sekali dengan mengenali shampoo yang tepat untuk jenis rambut Anda agar hasilnya maksimal. Menjaga kebersihan dengan baik bisa memperkecil resiko kerusakan kulit kepala dan rambut Anda.

7. Istirahatkan rambut
Jika tidak sedang mengenakan jilbab, sebaiknya Anda mengistirahatkan rambut dengan membiarkan tanpa ikatan. Beri kesempatan rambut Anda untuk bernapas, selain lebih segar, mengistirahatkan rambut dapat mengurangi kelembapan kulit kepala yang bisa menyebabkan kerontokan dan munculnya ketombe.

8. Konsumsi makanan rendah lemak

Setelah melakukan perawatan dari luar, sebaiknya Anda juga melakukan perawatan dari dalam. Mengkonsumsi makanan yang rendah lemak serta kaya akan protein, vitamin B-6, B-12, dan C, serta zat besi dapat menutrisi rambut secara alami. Kacang-kacangan, bayam, pisang, dapat menjadi pilihan.

Selamat mencoba, Ladies!
Written by fashionbiz   

12.21.2012

Trik Memilih Jilbab Sesuai Bentuk Wajah



MENGENAKAN jilbab tidak sekedar menutup aurat, namun juga mempercantik penampilan.
Untuk itu, diperlukan ketelitian dalam memilih jilbab dan aneka kreasinya agar dapat membuat penampilan Anda semakin memukau.
Seperti pemilihan busana, aksesoris, dan tata rias wajah, memilih jilbab juga bisa disesuaikan dengan bentuk wajah.

1.    Wajah bulat
Pilih jilbab yang menggunakan pet atau dalaman dengan bagian depan membentuk seperti topi. Jilbab jenis ini dapat memberi kesan wajah terlihat lebih lonjong. Untuk mengurangi kesan chubby, majukan bagian jilbab di pipi sehingga wajah terlihat lebih sempit. Hindari ornamen jilbab seperti drapery atau aksesoris lainnya di bagian samping, karena dapat membuat wajah lebih lebar.
2.    Wajah oval
Beruntunglah bagi Anda yang memiliki bentuk wajah oval, karena dapat mencoba berbagai jenis dan kreasi gaya dalam jilbab. Namun Anda tetap perlu memperhatikan padanann warna dan aksesoris agar tidak terlihat berlebihan.
3.    Wajah hati
Orang-orang dengan wajah berbentuk hati memiliki bentuk wajah yang kecil, dengan jarak dari mata ke dahi cukup dekat. Pilih jilbab praktis dengan model bergo atau gypsy dan hindari model layering karena dapat membuat wajah terlihat semakin kecil dan ‘tenggelam’.
4.    Wajah panjang
Jenis jilbab yang perlu dicoba jika Anda memiliki bentuk wajah lonjong dan panjang ialah Turkish style. Jilbab model ini menggunakan undercaps yang menyentuh sebagian dahi, sehingga mengurangi kesan panjang pada wajah. Jika wajah Anda tirus dan ingin terlihat lebih berisi, jenis jilbab yang satu ini paling pas untuk dicoba.
5.    Wajah persegi
Bagi Anda yang memiliki wajah kotak atau segitiga, hindari jilbab model gypsy yang dapat semakin menonjolkan bentuk rahang. Anda pun perlu menghindari warna-warna terang dan mencolok. Anda dapat mencoba model jilbab berbentuk bulat untuk mengurangi ketegasan garis wajah. Agar garis-garis wajah terlihat lebih anggun dan halus, pilih warna-warna lembut, seperti pastel. Barengi pula dengan bahan-bahan lembut, seperti chiffon.
dari Berbagai Sumber

12.20.2012

Tips Merawat Jilbab

Agar kualitas jilbab bisa tahan lebih lama, sebaiknya ikuti cara perawatan jilbab berikut ini:

1. Jangan mengunakan mesin cuci, tetapi cucilah dengan cara manual menggunakan tangan.
2. Bagian kepala jilbab cukuk diusap jangan  disikat dengan keras dan jangan diperas, biarkan air mengering secara alami.
3. Jemur jilbab mengunakan hanger jangan terkena sinar matahari langsung, cukup di angin-anginkan.
4. Bagian kepala jilbab tidak perlu/jangan disetrika, karena bagian dalamnya berisi karet busa yang sangat peka dengan temperatur tinggi/panas.
5. Untuk bagian selain kepala, disetrika dengan suhu yang tidak terlalu tinggi/tidak panas.
6. Untuk keawetan warna, jangan terkena sinar matahari langsung.
7. Simpanlah kerudung dalam lemari atau tempat khusus dan lipat dengan rapi. Jangan ditumpuk dengan pakaian lain, agar tidak kusut ketika akan digunakan.
8. Untuk jilbab yang berbahan sutra jangan pernah mencucinya dengan detergen atau sabun cuci, gunakanlah shampo .Caranya dengan mencelupkan jilbab pada air yang telah diberi shampo. Biarkan sesaat dan tidak perlu diperas pada saat menjemurnya.
9. Apapun bahan dari jilbab tersebut, jangan lupa untuk menjemur dengan posisi bagian dalamnya yang diluar dan jemur di tempat yang teduh, hindari menjemur di bawah terik matahari langsung, agar warna jilbab tidak cepat memudar.
10. Cucilah Jilbab terpisah dari pakaian lain dengan menggunakan air yang tidak panas atau dengan air dingin
11. Jangan menggunakan air panas ataupun pemutih karena dapat merubah warna kain
12. Jangan menuangkan deterjen langsung pada Jilbab karena mengakibatkan luntur sebelum mencuci sebaiknya detergen/ cairan pengharum dilarutkan dalam air terlebih dahulu
13. Segera seterika setelah kering dan simpan di gantungan jilbab.

Insya Allah jika perawatan nya tepat, jilbab yang kita miliki akan awet dan tetap cantik dipakai nya.

Sumber : dari berbagai sumber
Khoirunnas 'an faahum linnas

12.09.2012

Ready Stock

              
Patiyah Bulat
jilbab Patiyah Bulat
@Rp.33.500
Beli 2 @Rp.32.00


















Keterangan :
- jilbab kombinasi :@Rp.24.000 (Beli 2 @Rp.23.000)
- jilbab Bln bintang :@Rp.26.500 (Beli 2 @Rp.25.000)
- jilbab marisa :@Rp.13.000 (Beli 2 @Rp.12.500)


Pasmina
@Rp.25.000
Beli 2 @Rp.24.500

Ciput 4warna
@Rp.8.000
Beli 2 @Rp.7.000
Ciput 1warna
@Rp.6.500
Beli 2 @Rp.6.

12.05.2012

Asal Usul Jilbab atau Kerudung, Mau Tahu????


Jilbab atau kerudung, pasti sudah sangat umum dikalangan kita umat muslim. Salah satu manfaatnya adalah untuk menutup aurat bagi seorang muslimah. Dahulu jilbab atau kerudung hanyalah sehelai kain sederhana yang dijahit atau diikatkan dikepala, akan tetapi dengan berkembangnya zaman, maka perubahan akan model jilbab atau keudung juga sangat besar. Hal ini tentu saja dapat kita ambil sisi positifnya, dimana dengan berbagai fariasi atau model jilbab atau kerudung yang sudah beraneka macam semoga juga dapat memberikan semangat pada kaum muslimah untuk senantiasa senang dan bangga dengan busana muslim mereka.

Tapi tahukah anda, bagaimana asal usul dari jilbab itu??

Kata jalabib merupakan bentuk jamak dari kata jilbâb. Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ar-ridâ’ (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga bawah. Al-Qasimi menggambarkan, ar-ridâ’ itu seperti as-sirdâb (terowongan). Adapun menurut al-Qurthubi, Ibnu al-’Arabi, dan an-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurung yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya. Sebagian lainnya memahaminya sebagai mulâ’ah (baju kurung) yang menutupi wanita atau al-qamîsh (baju gamis).

Sebagian lainnya yakni Qatadah dan riwayat lain dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa jilbab itu diikatkan di atas dahi kemudian ditutupkan pada hidung. Sekalipun kedua matanya terlihat, jilbab itu menutupi dada dan sebagian besar wajahnya..Adapun menurut al-Hasan, jilbab itu menutupi separuh wajahnya. Ada pula yang berpendapat, wajah tidak termasuk bagian yang ditutup dengan jilbab. Menurut Ikrimah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya,  sementara bagian di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung) yang juga diwajibkan

Meskipun berbeda-beda, menurut Al-Baqai, semua makna yang dimaksud itu tidak salah. Bahwa jilbab adalah setiap pakaian longgar yang menutupi pakaian yang biasa dikenakan dalam keseharian dapat dipahami dari hadis Ummu ‘Athiyah ra.:

Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (HR Muslim).

"Semoga Bermanfaat"

12.03.2012

Jilbab Mura (murah) menyediakan jilbab murah, kerudung murah, aksesoris jilbab, ciput, pashmina dengan harga murah. jilbab cantik dengan bahan Jilbab Kaos, Jilbab Spandek, Jilbab Rayon, Jilbab Paris, Jilbab Huicon dan Jilbab Della. Kami menjual secara grosir dan eceran. Raih peluang usaha jilbab dengan prospek yang sangat cerah Kami melayani seluruh wilayah di Indonesia. Kami bantu Anda merintis usaha & bisnis jilbab dengan harga bersaing.
Like dulu yah.. Thanks...