Jilbab atau kerudung, pasti sudah sangat umum dikalangan kita umat muslim. Salah satu manfaatnya adalah untuk menutup aurat bagi seorang muslimah. Dahulu jilbab atau kerudung hanyalah sehelai kain sederhana yang dijahit atau diikatkan dikepala, akan tetapi dengan berkembangnya zaman, maka perubahan akan model jilbab atau keudung juga sangat besar. Hal ini tentu saja dapat kita ambil sisi positifnya, dimana dengan berbagai fariasi atau model jilbab atau kerudung yang sudah beraneka macam semoga juga dapat memberikan semangat pada kaum muslimah untuk senantiasa senang dan bangga dengan busana muslim mereka.
Tapi tahukah anda, bagaimana asal usul dari jilbab itu??
Kata jalabib merupakan bentuk jamak dari kata jilbâb. Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ar-ridâ’ (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga bawah. Al-Qasimi menggambarkan, ar-ridâ’ itu seperti as-sirdâb (terowongan). Adapun menurut al-Qurthubi, Ibnu al-’Arabi, dan an-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurung yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya. Sebagian lainnya memahaminya sebagai mulâ’ah (baju kurung) yang menutupi wanita atau al-qamîsh (baju gamis).
Sebagian lainnya yakni Qatadah dan riwayat lain dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa jilbab itu diikatkan di atas dahi kemudian ditutupkan pada hidung. Sekalipun kedua matanya terlihat, jilbab itu menutupi dada dan sebagian besar wajahnya..Adapun menurut al-Hasan, jilbab itu menutupi separuh wajahnya. Ada pula yang berpendapat, wajah tidak termasuk bagian yang ditutup dengan jilbab. Menurut Ikrimah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya, sementara bagian di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung) yang juga diwajibkan
Meskipun berbeda-beda, menurut Al-Baqai, semua makna yang dimaksud itu tidak salah. Bahwa jilbab adalah setiap pakaian longgar yang menutupi pakaian yang biasa dikenakan dalam keseharian dapat dipahami dari hadis Ummu ‘Athiyah ra.:
Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (HR Muslim).
"Semoga Bermanfaat"
Tapi tahukah anda, bagaimana asal usul dari jilbab itu??
Kata jalabib merupakan bentuk jamak dari kata jilbâb. Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ar-ridâ’ (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga bawah. Al-Qasimi menggambarkan, ar-ridâ’ itu seperti as-sirdâb (terowongan). Adapun menurut al-Qurthubi, Ibnu al-’Arabi, dan an-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurung yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya. Sebagian lainnya memahaminya sebagai mulâ’ah (baju kurung) yang menutupi wanita atau al-qamîsh (baju gamis).
Sebagian lainnya yakni Qatadah dan riwayat lain dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa jilbab itu diikatkan di atas dahi kemudian ditutupkan pada hidung. Sekalipun kedua matanya terlihat, jilbab itu menutupi dada dan sebagian besar wajahnya..Adapun menurut al-Hasan, jilbab itu menutupi separuh wajahnya. Ada pula yang berpendapat, wajah tidak termasuk bagian yang ditutup dengan jilbab. Menurut Ikrimah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya, sementara bagian di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung) yang juga diwajibkan
Meskipun berbeda-beda, menurut Al-Baqai, semua makna yang dimaksud itu tidak salah. Bahwa jilbab adalah setiap pakaian longgar yang menutupi pakaian yang biasa dikenakan dalam keseharian dapat dipahami dari hadis Ummu ‘Athiyah ra.:
Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (HR Muslim).
"Semoga Bermanfaat"
No comments:
Post a Comment