1. Pengantar
Banyak kesalah pahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya
saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan “jilbab”
adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung.
Kerudung dalam Al Qur`an surah An Nuur : 31 disebut dengan istilah “khimaar” (jamaknya : “khumur”).
Adapun jilbab yang terdapat dalam surah Al Ahzab : 59, sebenarnya
adalah baju yang longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas
sampai bawah (bukan potongan).
Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana
muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah
terusan atau potongan dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah
menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana
muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan
syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang
ditunjukkan oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah. Menutup aurat itu
hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat. Syarat lainnya
misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang
transparan atau mengekspolitir lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian,
walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat –atau
menggunakan bahan tekstil yang transparan– tetap belum dianggap busana
muslimah yang sempurna.
Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita
dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh
lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat sesat yang merajalela dan
menggila di tengah masyarakat. Memang, jika kita konsisten dengan
Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam
arti yang benar). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang
diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas
akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak
seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.
Di sinilah kaum muslimah diuji. Di sini dia harus memilih, apakah dia
akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya
menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau
rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat
untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan
tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam dosa, kesesatan, dan
kebejatan moral..
Berkaitan dengan itu, Nabi SAW pernah bersabda bahwa akan tiba suatu
masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing –termasuk busana
jilbab– sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu,
kita tidak boleh larut. Harus tetap memegang Islam, walaupun berat
seperti memegang bara api. Dan insya Allah, dalam kondisi yang
rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala
yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat
daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi SAW :
“Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi
sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim no. 145)
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan
kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi
orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan
pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,’Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka ?” Rasululah SAW menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” (HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan).
Bersambung..........
sumber:allnitecafe.wordpress.com